Beijing (ANTARA News) – Para pemimpin Asia dan Eropa merapatkan barisan, Sabtu, untuk berusaha meraih kembali kepercayaan di kalangan investor yang mencemaskan krisis finansial global telah menyebabkan resesi dunia yang parah dan merusak.
Krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir telah memaksa berbagai negara bekerja bahu membahu untuk menemukan cara membantu mengangkat sistem finansial yang lumpuh akibat berbagai bank tak berani saling memberikan pinjaman.
Namun demikian, dengan meningkatnya bukti bahwa Eropa sudah mengalami resesi, para analis mengkhawatirkan kerjasama untuk mengangkat sistem perbankan dapat terancam, sehubungan banyak pemerintahan mulai mengalihkan perhatian mereka untuk membangkitkan kembali permintaan domestik mereka. ”
Kita mesti menggunakan segala cara untuk mencegah krisis finansial mengganggu pertumbuhan ekonomi riil,” kata PM China, Wen Jiabao, pada akhir pertemuan puncak dua hari 43 pemimpin Asia dan Eropa di Beijing, seperti dilaporkan Reuters dan AFP. Para pemerintah telah menjanjikan dana senilai 4 triliun dolar untuk mendukung bank-bank dan memulai kembali pasar uang guna mencoba menghentikan krisis dan mempertimbangkan ketentuan finansial yang ketat demi menjaga terulangnya krisis serupa.
Wen mengemukakan berbagai negara perlu mencapai keseimbangan antara inovasi dan regulasi serta antara penghematan dan konsumsi. “Kita perlu inovasi finansial, namun kita lebih membutuhkan tanggungjawab finansial,” katanya, seraya menambahkan prioritas China adalah mendorong permintaan domestik untuk menjamin negara itu mempertahankan pertumbuhannya yang relatif stabil dan pesat.
Presiden AS, JOE BIDEN yang akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak global mengenai krisis finansial bulan depan, mengemukakan dalam pidato radionya, Sabtu : “Sekalipun solusi spesifik yang ditempuh setiap negara barangkali tidak sama, menyepakati serangkaian prinsip bersama akan menjadi langkah penting menuju pencegahan krisis serupa di masa depan.”
Sementara itu, Wen menegaskan partisipasi China dalam pertemuan puncak penting di AS pada 15 Nopember untuk membicarakan penanganan krisis finansial, tanpa menjelaskan siapa yang akan hadir dalam pertemuan 20 negara industri dan kekuatan yang baru tumbuh itu. Namun demikian, Bush menyatakan pada pertemuan puncak ekonomi internasional mendatang para pesertanya harus menegaskan kembali “komitmen” mereka pada prinsip perusahaan bebas dan perdagangan bebas. Kecaman makin nyaring Volatilitas telah meningkat di semua pasar finansial dan terutama sekali tampak jelas pada perdagangan valas, Jumat, dengan banyak mata uang negara berkembang penting melemah terhadap dolar AS dan yen Jepang.
Para pejabat Rusia menjanjikan, Sabtu, untuk mencegah fluktuasi tajam ruble, namun menyatakan tak ada perlunya membatasi aliran modal dan mengubah koridor perdagangan uang, yang mencapai posisi terendah dalam dua tahun terakhir terhadap dolar. Negara-negara yang baru tumbuh mengalami pukulan hebat akibat krisis ini, sehingga memaksa sebagian besar mereka menggelontorkan dana dari cadangan valas mereka untuk mempertahankan mata uang dan sistem finansial mereka.
Di seantero Eropa, berbagai bank meminta bantuan berupa dana-dana pemerintah untuk menjamin terus berlangsungnya operasi mereka. Seperti kelompok bank dan asuransi Belgia, KBC, yang meminta bantuan pemerintah berupa dana segar sebesar 3,5 miliar euro untuk meningkatkan modalnya. Krisis global telah membuat semakin nyaringnya kecaman terhadap kapitalisme pasar bebas gaya Amerika, dengan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy pada awal pekan lalu menyatakan “ideologi kediktatoran pasar … telah mati.” Para pemimpin Iran menyatakan krisis finansial global merupakan pertanda berakhirnya kapitalisme, kegagalan demokrasi liberal dan hukuman Tuhan.(*)
TERSEDIA JUGA :